LAPORAN CURAH HUJAN WILAYAH
LAPORAN PRAKTIKUM Hari/Tanggal : 28 September 2016
HIDROLOGI Dosen : Sisi Febriyanti Muin , M.Si
Asisten : Prahaditya Riskiyanto
Orita Mega Delani
CURAH
HUJAN WILAYAH
RIZKI
SILVIANA
J3M115099
TEKNIK
DAN MANAJEMEN LINGKUNGAN
PROGRAM
DIPLOMA
INSTITUT
PERTANIAN BOGOR
2016
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Curah hujan wilayah merupakan curah hujan yang
pengukurannya dilakukan di suatu wilayah tertentu (wilayah regional). Curah hujan
yang dibutuhkan untuk menyusun suatu rencangan pemanfaatan air dan rencana
pengendalian banjir adalah curah hujan rata – rata diseluruh daerah yang
bersangkutan, bukan hanya curah hujan pada satu titik saja. Menurut
Sosrodarsosno dan Takeda (1977) data curah hujan dan debit merupakan data yang
sangat penting dalam perencanaan waduk. Analisis data hujan dimaksudkan untuk
mendapatkan besaran curah hujan. Perlunya menghitung curah hujan wilayah adalah
untuk penyusunan suatu rancangan pemanfaatan air dan rancangan pengendalian
banjir. Loebis (1987) mengatakan bahwa metode yang digunakan dalam perhitungan
curah hujan rata – rata wilayah ada tiga metode, yaitu metode rata – rata
aritmatika (aljabar), metode polihon Thiessen, dan metode Isohyet.
Tingkat curah hujan di suatu wilayah menjadi salah satu
faktor yang mempengaruhi kondisi lingkungan di daerah tersebut. Seiring dengan
meningkatnya intensitas curah hujan, biasanya selalu ada dampak negatif yang
timbul. Seperti terjadinya banjir dan longsor dimana faktor metrologi dalam hal
ini curah hujan diketahui menjadi penyebab utama bila dilihat dari intensitas,
durasi, serta distribusinya. Tjasyono (2007) menyebutkan khusus untuk kejadian
banjir, terjadinya kerusakan lingkungan dan perubahan fisik permukaan tanah
juga menjadi faktor penting yang dapat menunjang terjadinya banjir dimana
akibat hal tersebut kemampuan dari daya tamping dan daya simpan terhadap air
hujan menjadi berkurang.
Oleh karena itu penting untuk mempelajari cara analisis
data curah hujan wilayah pada suatu contoh data yang diberikan dimatah kuliah
Hidrologi agar bermanfaat baik dalam kaitannya dengan mata kuliah lain dan
aplikasinya di dunia kerja khususnya dalam bidang yang mengatasi masalah
seputar faktor adanya air yakni hujan.
Tujuan
Praktikum ini bertujuan untuk menentukan curah hujan
wilayah dengan menggunakan metode rata – rata aritmatika dan polygon Thiessen.
BAHAN DAN METODE
Alat
dan Bahan
Alat yang digunakan dalam praktikum kali ini yaitu
penggaris, planimeter, kalkulator, busur derajat, kertas millimeter blok , dan
alat tulis lainnya.
Prosedur
Kerja
1.
Metode Aritmatika
Plotkan
semua lokasi stasiun pengukuran dan tinggi hujan yang ada disekitar daerah yang
akan ditentukan curah hujan wilayahnya. Mentukan berapa banyak stasiun
pengukuran hujan yang terletak di dalam batasan daerah tersebut. Menjumlahkan
tinggi hujan dari sejumlah stasiun pengukuran hujan yang telah ditentukan.Curah
hujan diperoleh dengan cara menbagi jumlah tinggi hujan secara matematis dengan
menggunakan rumus R= i = I
N
R
adalah curah hujan wilayah, n adalah banyaknya srasiun pengukuran yang terletak
di dalam daerah, Ri adalah curah hujan ke-I.
2.
Metode Poligon Thiessen
Plotkan
semua lokasi stasiun pengukuran dan tinggi hujan yang ada disekitar daerah yang
akan ditentukan curah hujan wilayahnya. Menyambungkan setiap stasiun pengukuran
hujan dengan stasiun pengukuran terdekatnya terutama untuk stasiun – stasiun
pengukuran hujan yang berada dalam dan paling dekat dengan batas daerah
wilayah. Sambungkan antar stasiun akan membentuk deretan segitiga yang tidak
boleh saling berpotongan satu sama lain. Kemudian menentukan titik tengah dari
setiap sisi segitiga dan membuat sebuah garis tegak lurus terhadap masing –
masing sisi segitiga tersebut tepat di titik tengahnya. Menghubungkan setiap
garis tegak lurus tersebut satu sama lain sehingga membentuk polygon – polygon
dimana setiap polygon hanya diwakili oleh satu stasiun pengukuran hujan yang
berada di dalam atau paling dekat dengan batas daerah wilayah.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Tabel
1: Analisis Curah Hujan Wilayah.
Stasiun
|
Curah hujan
(mm)
|
1
|
175
|
3
|
140
|
4
|
125
|
7
|
100
|
8
|
98
|
9
|
90
|
10
|
86
|
11
|
50
|
12 (berada
diluar wilayah)
|
34
|
Rata-rata
|
96 mm
|
Perhitungan :
175 + 140 + 125 + 100 +
98 + 90 + 86 + 50
9
= 96 mm
Tabel 2.
Stasiun pengukuran
|
Curah hujan (mm)
|
Luas polygon Thiessen
|
Persentase luas polygon
|
(2) x (4)
|
1
|
175
|
51
|
0,51
|
89,25
|
3
|
140
|
52
|
0,52
|
72,8
|
4
|
125
|
43
|
0,43
|
53,75
|
7
|
100
|
36
|
0,36
|
36
|
8
|
98
|
31
|
0,31
|
30,38
|
9
|
90
|
29
|
0,29
|
26,1
|
10
|
86
|
21
|
0,21
|
18,06
|
11
|
50
|
15
|
0,15
|
7,5
|
12
|
34
|
29
|
0,29
|
9,86
|
Total luas
polygon
|
306
|
Perhitungan :
CHw = (175.51)+(140.52)+(125.43)+(100.36)+(98.29)+(90.29)+(86.21)+(50.15)+(34+29)
51+52+43+36+31+29+21+15+29
=
111.32
PEMBAHASAN
Pengukuran curah hujan wilayah membutuhkan data dari
beberapa stasiun di wilayah tersebut bukan hanya satu stasiun pengkuruan saja,
karena curah hujan wilayah harus diukur dan mencakup seluruh daerah dalam arti
lebih luas dari pada data pengukuran cutah hujan titik. Curah hujan wilayah dapat
diketahui dengan perhitungan berbagai metode yaitu, metode aritmatik, metode
polygon thiessen, dan metode isohyets tetapi metode isohyets tidak di lakukan
pada praktikum kali ini. Ketiga metode ini memiliki kelemahan dan kelenihan
masing – masing. Perhitungan curah hujan wilayah di praktikum ini menggunakan
metode aritmatika (pada tabel 1) dan metode polygon thiessen (pada tabel 2).
Perhitungan dengan metode aritmatika dapat lebih menghemat waktu karena
pengerjaanya yang tidak banyak membutuhkan perhitungan. Selainitu metode
aritmatika juga tidak memerlukan alat – alat seperti yang digunakan metode
polygon thiessen, misalnya kertas grafik. Curah hujan wilayah jika dihitung
dengan metode aritmatik cukup mudah , yakni hanya menjumlahkan hasil pengukuran
dari beberapa stasiun. Sedangkan metode polygon thiessen membutuhkan waktu yang
lebih lama dari pada metode aritmatik karena perhitungan memerlukan ketelitan
dan proses pengerjaan yang baik. Wilayah pengukuran di sketsa di kertas grafik
untuk dilakukan pengamatan dan selanjutnya stasiun – stasiun yang ada diberi
batas polygon. Batasan polygon inilah yang membatasi daerah stasiun satu dengan
stasiun lainnya agar perhitungan lebih mudah.
Oleh karena itu metode aritmatik dianggap meode yang
paling sederhana dari pada metode yang lainnya. Meskipun begitu metode yang
digunakan harus disesuaikan dengan kondisi yang ada. Metode aritmatik merupakan
metode yang sesuai dengan daerah yang topografinya datar dan distribusi hujan
tersebar merata seperti Jakarta. Sedangkan metode polygon thiessen digunakan
jika titik – titik pengamatan di daerah yang memiliki topografi tidak yang
tidak merata sehingga diwakili oleh satu stasiun penakar hujan.
Berdasarkan gambar dapat dilihat bahwa wilayah tersebut
mencakup 12 stasiun pengukuran curah hujan, tapi stasiun ke-12 berada di luar
wilayah pengukuran meskipun stasiun tersebut dekat dengan daerah pengukuran.
Hasil menunjukkan nilai yang berbeda dari perhitungan dengan kedua metode yang
seharusnya hasilnya sama. Pengukuran dengan metode aritmatik menunjukkan hasil
yang lebih besar (96) dari pada hasil dengan metode poligon thiessen (111.32).
Hal tersebut dapat terjadi karena beberapa faktor, antara lain: peneliti
atau pengamat, perhitungan yang salah, penarikan beberapa garis di kertas
grafik pada metode polygon thiessen, dan lain-lain. Pengamat yang melakukan
perhitungan sangat mempengaruhi hasil yang didapat karena ketelitian pengamat
yang satu dengan pengamat yang lainnya itu dapat berbeda. Pengamat yang telah
terbiasa melakukan perhitungan curah hujan wilayah dengan beberapa metode baik
aritmatik, polygon thiessen, dan isohyets tentulah menghasilkan hasil yang baik
atau mendekati sempurna. Sebaliknya hal yang terjadi jika pengamat merupakan
seseorang yang baru belajar. Selain itu tebal pensil yang digunakan akan
berpengaruh terhadap garis-garis yang dibuat di kertas grafik pada metode
polygon. Jadi, kerapihan kerja dan keterampilan pengamat dalam hal ini sangat
diperlukan.
KESIMPULAN
Berdasarkan hasil yang diperoleh dapat disimpulkan bahwa
penentuan curah hujan wilayah dapat dilakukan dengan tiga metode (aritmatik,
polygon thiessen, isohyets). Penggunaan metode disesuaikan dengan kondisi yang
ada di lapangan karena masing-masing metode memiliki kelemahan dan kelebihannya
masing-maisng. Metode yang lebih sederhana adalah metode aritmatik.
DAFTAR PUSTAKA
Loebis Joesron. 1987. Banjir
Rencana untuk Bangunan Air. Bandung: DPU.
Mahbub. 2010. Menghitung Curah
Hujan Rata-rata. (online) http://mmahbub.files.wordpress.com/2010/05/1-hitungch.pdf diakses tanggal 24 September 2013)
Sosrodarsono
Suyono ,Takeda Kensaku. 1977. Bendungan
Type Urugan. Jakarta : Pradnya.
Tjasyono, B. H. K., & Harijono, S. W. B. (2008). Meteorologi
Indonesia 2 Awan dan Hujan Monsun. Jakarta: Badan Meteorologi dan
Geofisika.
Tjasyono, B. H. K., Juaeni, I.,
& Harijono, S. W. B. (2007). Proses Meteorologis Bencana Banjir Di Indonesia. Jurnal Meteorologi dan
Geofisika, 8(2), 1-13
Komentar
Posting Komentar